HEDONISME
Makalah Ini disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Teknik Komunikasi
TKP 050
ELISTA SARI S.
21040111060043
PROGRAM DIPLOMA III
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uang merupakan
alat tukar menukar yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan suatu hal.
Dengan adanya uang, pertukaran barang terasa lebih adil. Namun disatu sisi,
uang dapat menimbulkan dampak yang sangat negatif, yaitu munculnya paham moneytheisme
yang akhirnya berujung pada paham hedonisme. Moneytheisme merupakan hal yang
sudah sangat lumrah di setiap kalangan. Sejalan dengan moneytheisme tersebut,
berkembang pula paham hedonisme. Moneytheisme dan hedonisme sering diartikan
sebagai pendewaan terhadap uang dan kenikmatan.
Pada zaman ini,
manusia tidak lagi memiliki rasa cinta sosial, melainkan rasa cinta akan uang.
Seperti halnya yang telah diungkapkan di atas, kenikmatan yang ingin dicapai
tersebut dipuaskan dengan cara berfoya-foya atau menghambur-hamburkan uang yang
menimbulkan pergaulan bebas pada kalangan remaja. Tidak adanya pantauan dari
orang tua terhadap uang dan fasilitas yang diberikan, mengakibatkan anak
tersebut terkena paham hedonisme.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, antara lain :
- Apakah Hedonisme itu?
- Bagaimana Hedonisme di kalangan
remaja dalam ilmu sosial?
1.3 Tujuan dan Sasaran
- Mengetahui apakah hedonisme itu
- Mengetahui hedonisme di
kalangan remaja dalam ilmu sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani.
Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati
kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme
masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari
kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani
berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi pertapa
agar mendapat kebahagiaan sejati.
2.1 Hedonisme Menurut Beberapa Ahli
Hedonisme menurut Pospoprodijo (1999:60) kesenangan atau
(kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Namun,
kaum hedonis memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian Jeremy
Bentham dalam Pospoprodijo (1999:61) mengatakan bahwasanya kesenangan dan
kesedihan itu adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia, dan beliau
mengatakan juga bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung
kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh masyarakat.
Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81) adalah
sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Disini
jelas bahwa sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak
menyenangkan, dengan sendirinya dinilai tidak baik. Orang-orang yang mengatakan
ini, dengan sendirinya, menganggap atau menjadikan kesenangan itu sebagai
tujuan hidupnya.
Menurut Aristoteles dalam Russell (2004:243) kenikmatan
berbeda dengan kebahagiaan, sebab tak mungkin ada kebahagiaan tanpa kenikmatan.
Yang mengatakan tiga pandangan tentang kenikmatan: (1) bahwa semua kenikmatan
tidak baik; (2) bahwa beberapa kenikmatan baik, namun sebagian besar buruk; (3)
bahwa kenikmatan baik, namun bukan yang terbaik. Aristoteles menolak pendapat
yang pertama dengan alasan bahwa penderitaan sudah pasti buruk, sehingga
kenikmatan tentunya baik. Dengan tepat ia katakan bahwa tak masuk akal jika
dikatakan bahwa manusia bisa bahagia dalam penderitaan: nasib baik yang
sifatnya lahiriyah, sampai taraf tertentu, perlu bagi terwujudnya kebahagiaan.
Ia pun menyangkal pandangan bahwa semua kenikmatan bersifat jasmaniah; segala
sesuatu mengandung unsur rohani, dan kesenangan mengandung sekian kemungkinan
untuk mencapai kenikmatan yang senantiasa kenikmatan yang tinggal dan
sederhana. Selanjutnya ia katakan kenikmatan buruk akan tetapi itu bukanlah
kenikmatan yang dirasakan oleh orang-orang yang baik, mungkin saja kenikmatan
berbeda-beda jenisnya dan kenikmatan baik atau buruk tergantung pada apakah
kenikmatan itu berkaitan dengan aktivitas yang baik atau buruk.
Menurut
Epihurus dalam Russell (2004: 372) untuk menjaga ketentraman batin, ia
menganggap kenikmatan sebagai yang baik, dan tetap memegang teguh, dengan
konsistensi yang luar biasa, terhadap segala konsekuensi dari pandangan ini.
Kenikmatan adalah awal dan akhir hidup yang penuh berkah
Honis O. Kallsoff dalam Soerjono Soemardjo (1996 : 359)
manusia dalam kenyataannya mencari kenikmatan (hedonisme psikologis) dengan
prinsip yang mengatakan bahwa mausia seharusnya mencari kenikmatan (hedonisme
etis). Disini jelas bahwa hedonisme ialah perbuatan yang diantara segenap
perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang akan membawa orang tersebut
merasakan kebahagiaan yang sebesar-besarnya.
2.2
Karakteristik Hedonisme
Karakteristik hedonisme adalah kebendaan dengan ukuran fisik
harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat dinilai dengan uang. Jadi disini
orang yang sudah senang karena harta bendanya yang banyak, sudah sama artinya
dengan orang yang bahagia atau dengan kata lain : Bahagia = Kesenangan.
Dalam hal ini, hedonisme dalam pelaksanaannya mempunyai
karakteristik, sebagai berikut :
- Hedonisme Egoistis
Yaitu
hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan semaksimal mungkin.
Kesenangan yang dimaksud ialah dapat dinikmati dengan waktu yang lama dan
mendalam. Contohnya : makan-makanan yang enak-enak, jumlah dan jenisnya banyak,
disediakan waktu yang cukup lama untuk menikmati semuanya, seperti pada
perjamuan makan ala Romawi. Bila perut sudah penuh, maka disediakan sebuah alat
untuk menggitit kerongkongan, dengan demikian isi perut dapat dimuntahkan
keluar, kemudian dapat diisi kembali jenis makanan yang lain, sampai puas.
- Hedonisme Universal
Yaitu
suatu aliran hedonisme yang mirip dengan ulitarisanisme = kesenangan maksimal
bagi semua, bagi banyak orang. Contohnya: bila berdansa, haruslah berdansa
bersama-sama, waktunya semalam suntuk, tidak boleh ada seorang pun yang absen,
ataupun kesenangan-kesenangan lainnya yang dapat dinikmati bersama oleh semua
orang.
2.3
Hedonisme di Kalangan Remaja
Paham ini mulai merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat
antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi
mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah
fenomena baru akibat paham ini. Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk
lebih memilih hidup enak, mewah, dan serbaberkecukupan tanpa harus bekerja
keras. Hidup adalah kesempatan untuk bersenang-senang bagi mereka.
Hal ini bisa dianggap
sebagai efek fenomena free sex
yang melanda kehidupan kaum muda sekarang. Sudah tentu, jika anggapan tentang
seks bebas diterapkan ke tengah-tengah pergaulan remaja, pastilah tidak etis.
Sebab, bangsa kita menganut adat-istiadat timur yang menganggap seks sebagai
hal yang sakral.
Selain contoh di atas, ada contoh lain, yaitu menjadi pecandu narkoba. Sesungguhnya
yang dicari oleh setiap hedonis adalah kenikmatan. Demikian juga bagi para
pecandu narkoba. Hanya dengan satu alasan bahwa dengan menggunakannya maka
mereka akan mendapat kenikmatan dan kebahagian. Di balik daya tarik dan khasiat
dari narkotika tersebut, ternyata akhirnya mendatangkan kerugian yang tidak
sedikit bagi pengguna, baik, kesehatan, kehidupan keluarga, bahkan harus sering
dibayar dengan nyawa. Hubungan antara narkotika dan hedonisme adalah dikarenakan
oleh kejenuhan hidup yang sering dialami oleh pengguna tersebut, dan akhirnya
jalan keluar didapati ketika seseorang mengkonsumsi pil atau serbuk penikmat.
Beranjak dari pernyataan tersebut maka para pengguna narkoba sesungguhnya
selalu menghindari penderitaan.
Hedonisme terjadi karena adanya perubahan perilaku pada
masyarakat yang hanya menghendaki kesenangan. Perilaku tersebut lama kelamaan
mengakar dalam kehidupan masyarakat termasuk para remaja yang pada akhirnya
menjadi seperti sebuah budaya bagi mereka tingkat pengetahuan dan pendidikan
juga sangat berpengaruh pada pembentukan sikap mental para remaja.
Budaya hedonisme muncul dari proses pengaruh sosial yang
diturunkan dari generasi ke generasi sebagai warisan sosial yang ditiru sebagai
hasil dari proses pengaruh sosial. Warisan sosial tersebut terus berkembang
mengikuti perkembangan sosial.
Dari sisi sosial, pola interaksi dalam masyarakat beraneka
ragam. Di kalangan remaja, kaum hedonis sering dijumpai. Interaksi antar remaja
terkotak-kotak pada status sosial yang biasa dilihat dari penampilan fisik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hedonisme di kalangan remaja melaju dengan sangat pesat. Hal
ini dapat dibuktikan dengan kenyataan kenakalan-kenakalan remaja saat ini, yang
telah diungkapkan di atas. Demi mencapai sebuah kepuasan yang hanya sesaat,
seorang remaja rela melakukan apa saja. Sungguh hedonisme telah merasuki
kehidupan remaja dengan sangat mendalam. Keinginan akan hasil yang instan
menjadikan manusia-manusia tidak berkualitas lagi.
3.2 Saran
Sebagai usaha dalam membatasi diri
dari hedonisme di kalangan remaja, maka hal yang paling penting adalah sebuah
kontrol, baik dari dalam diri, maupun dari orang tua sendiri dan kepada siaran
TV agar memberikan tayangan-tayangan yang bermutu dan tidak berlebihan, karena
dapa merusak moral khususnya kalangan remaja dan anak-anak.
DAFTAR
PUSTAKA
http://chapunk-majesty.blogspot.com.
2009. “Budaya
Hedonisme”, dalam Chapunk. Diunduh
Kamis 14 Juni 2012.
http://sahaka.multiply.com. 2011. “Hedonisme di Kalangan Remaja”, dalam Sahaka. Diunduh Kamis 14 Juni 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar